Pencurian di Galeri Seni

Written by Nayla Ghania Rahma

Desa Lilium merupakan wilayah yang sangat indah, berlokasi di atas bukit kecil yang dipenuhi pepohonan subur di beberapa bagiannya sehingga seperti kawasan tempat tingggal yang dikelilingi hutan. Sebagian besar rumah-rumah penduduknya berdekatan tapi ada juga rumah-rumah dan fasilitas desa yang terdapat di bawah bukit. Di Desa Lilium juga terdapat toko-toko dan kedai kecil di mana orang-orang biasa berbelanja membeli kebutuhan sehari-hari, bersantai untuk makan dan minum bersama. Di desa itulah tinggal seorang anak perempuan yang bernama Isabelle dan kakak laki-lakinya Oliver.

“Hei Isabelle, ayo kita pergi,” ucap seorang anak laki-laki berambut coklat terang.

“Baik Oliver, aku akan panggil Dad,” jawab Isabelle.

Isabelle pergi ke ruang keluarga di mana ia dan keluarganya biasa bersantai-santai. Di dekat ruang keluarga terdapat dapur. Isabelle mendekati Dad yang sedang menonton televisi di atas sofa kuning terang milik keluarganya.

“Dad, apakah kita akan berangkat sekarang?” tanya Isabelle.

“Iya, kalian bersiap dulu lalu kita pergi,” jawab Dad sambil mematikan TV dan pergi menaiki tangga untuk ke lantai 2, di mana terdapat kamar tidur Isabelle, Oliver dan orangtuanya dan juga kamar mandi dan ruang cuci baju, yang di dalamnya Ibu mereka sedang mencuci pakaian. Dad pergi untuk mengambil mantel, syal, sarung tangan dan topi salju.

“Oliver, Dad bilang kita bersiap dulu lalu kita pergi,” ucap Isabelle kepada kakak laki-lakinya itu.

“Oh baiklah,” ucap Oliver.

Oliver dan Isabelle mengambil mantel, syal, sarung tangan, topi salju dan sepatu salju mereka, Isabelle memiliki mantel dan sepatu salju berwarna biru terang, sebuah syal dan sarung tangan putih dan topi salju yang berwarna biru dan putih, sedangkan Oliver memiliki mantel dan sepatu salju dengan warna hijau terang, syal dan sarung tangan yang berwarna hijau gelap dan topi salju yang berwarna hijau terang dan hijau gelap.

“Dad, kami sudah siap,” panggil Oliver.

“Baiklah, ayo kita pergi,” ucap Dad yang baru turun dari tangga sambil memegang kunci mobil di tangannya.

Oliver, Isabelle dan Dad pergi keluar, salju menutupi seluruh halaman depan rumah mereka seperti sebuah karpet putih besar yang halus. Mereka menatap ke arah rumah mereka yang terbuat dari bata dan memiliki atap hitam, sangat indah rasanya melihat rumah dan taman bunga kecil mereka ditutupi salju.

“Ayo, masuk ke mobil,” ucap Dad sambil membuka pintu mobil.

Oliver, Isabelle dan Dad masuk ke dalam mobil. Ayah mereka menyalakan mesin mobil, mobil mulai bergerak keluar dari garasi lalu menyusuri jalan pedesaan.

***

“Kita sudah sampai di galeri seni,” ucap Dad.

Terlihat gedung besar berwarna putih. Di atas gedung tersebut terdapat huruf-huruf besar bertulis “Galeri Seni Mirabile.”

“Wah, ayo kita masuk Dad,” seru Isabelle.

Hmm, rasanya di sini lebih sepi dari biasanya,” ucap Oliver sambil melihat sekeliling tempat parkir, hanya terdapat empat mobil terhitung mobil mereka.

Mereka menaiki tangga berliuk ke pintu masuk, di puncaknya, ada seorang pria kekar yang memakai seragam polisi berdiri di sana.

“Permisi apakah jalan masuk ini ditutup atau apakah kami boleh masuk lewat sini?” tanya Dadkepada pria yang berdiri di depan pintu masuk.

“Maaf, Pak. Galeri seni ini ditutup karena pencurian yang dua hari yang lalu dilakukan oleh dua orang pencuri, polisi masih mencari tahu siapa dan di mana orang yang mencuri lukisan itu,”jawab pria itu.

“Oh, lukisan apa yang telah dicuri oleh sang pencuri ?” Dad bertanya lagi.

“Lukisan ‘The Sky’ yang dilukis oleh Robert Mcgleen,” pria itu menjawab.

“Apakah itu berarti kita harus pulang?” tanya Isabelle yang merasa kecewa.

“Sepertinya memang harus begitu Dik,” ucap pria yang berjaga di depan pintu.

“Baiklah, Pak. Terima kasih untuk semua informasinya. Kami akan pulang sekarang,” ucap Dad kepada pria itu.

Mereka menuruni tangga lalu pergi ke tempat parkir dan memasuki mobil untuk menempuh perjalanan pulang.

***

“Mum, kami pulang,” ucap Oliver dan Isabelle saat memasuki rumah.  

Mereka melepas mantel, syal, sarung tangan, topi salju, dan sepatu salju mereka.

“Oh kalian pulang cepat,” ucap Mum yang sedang memasak di dapur.

“Ya, galeri seni ditutup karena sebuah pencurian,” ucap Oliver yang menghampiri Mum di dapur.

“Oh tak apalah. Sehabis ini kalian boleh bermain salju di luar jika kalian mau,” ucap Mum.

“Benarkah, Mum?” tanya Isabelle kepada ibunya.

“Tentu saja boleh! Ayo makan siang dulu,” jawab Mum sambil tersenyum.

“Baiklah kalau begitu! Ayo kita makan !” ucap Oliver sambil menarik kursi meja makan.

***

“Hei Oliver, tunggu aku,” ucap Isabelle sambil mengejar kakak laki-lakinya, rambut hitamnya terayun-ayun karena berlari.

Oliver diikuti Isabelle berlari ke sebuah rumah bercat kuning pucat, di samping rumah terdapat tanaman gantung Dischidia Geri yang membuat rumah terlihat sangat indah, di depan rumah ada dua anak yang sedang bermain-main.

“Hai Peter, hai Violet,” ucap Oliver kepada kedua anak itu dari luar pagar.

“Hai Oliver, hai Isabelle ,” ucap seorang anak perempuan bernama Violet, ia memiliki rambut panjang berwarna merah yang bergelombang.

“Ha..ha..hai,” ucap Isabelle terbata-bata karena lelah mengejar kakaknya.

“Hei apakah kalian ingin bermain di salju?” tanya Oliver.

“Ya kami diperbolehkan untuk bermain salju,” ucap seorang anak laki-laki bernama Jack yang memiliki rambut merah seperti adiknya Violet.

Violet dan Jack pergi keluar dari halaman depan mereka yang dipenuhi salju, mereka berempatpergi ke tengah komplek di mana taman bermain berada di sana terdapat ayunan, jungkat-jungkit, rumah pohon dan sebuah perosotan.

“Wah di sini banyak sekali saljunya,” ucap Violet yang melihat sekelilingnya, terdapat salju di pohon di atas perosotan dan diseluruh rumput taman bermain.

“Jadi apa yang kalian ingin lakukan dulu ?” tanya Jack kepada teman-temanya.

“Hei bagaimana jika kita membuat boneka salju?” usul Isabelle.

“Itu bukan ide yang buruk, ayo kita mulai,” ucap Oliver.

Mereka semua memutuskan untuk membuat boneka salju yang agak berdekatan, semuanya akan dibuat di dekat rumah pohon. Mereka lalu mulai membuat boneka salju, badan boneka salju dibuat, ranting dan bebatuan dikumpulkan.

Anak-anak itu fokus kepada boneka salju mereka masing-masing, punya Isabelle dibuatkan syal dari dedaunan kering, sedangkan boneka salju Oliver sedang dibuatkan sebuah topi yang terbuat dari salju yang akan ditaruh di atas boneka saljunya, sedangkan Violet sedang membuat boneka-boneka salju kecil di sekeliling boneka saljunya dan Jack sedang mencari ranting-ranting untuk boneka saljunya.

Anak-anak itu melanjutkan membuat boneka salju mereka ada yang sedang membuat muka boneka salju ada juga yang sedang membuat tangan boneka salju mereka sangat fokus melakukannya dan akhirnya mereka semua menyelesaikan boneka salju mereka.

“Wah lucu sekali boneka-boneka saljunya,” ucap Isabelle sambil melihat-lihat boneka salju yang berkumpul bersama.

“Semuanya terlihat sangat bagus aku tidak bisa memilih yang mana yang terbaik,” ucap Violet.

“Ya aku rasa kita seri,” ucap Oliver, ia juga merasa boneka-boneka salju yang mereka buat sama bagusnya.

“Aku sudah agak kedinginan. Sepertinya aku dan Violet akan pulang,” ucap Jack.

“Ya, kami juga akan pulang,” ucap Oliver ia juga ingin pulang karena hari mulai sore.

“Baiklah sampai jumpa,” ucap Violet sambil melambaikan tangannya.

Mereka pun pergi dari taman dan melewati jalan masing-masing untuk pergi ke rumah mereka. Isabelle dan Oliver sedang berjalan menuju rumah mereka tetapi tiba-tiba Oliver memiliki ide yang jail, ia mendekati sebuah pohon lalu mengambil sesuatu.

“Oliver, apa yang sedang kau lakukan?” tanya Isabelle, ia heran mengapa kakaknya mendekati sebuah pohon.

Oliver berbalik, ia menyeringai.

“Lihat apa yang aku temukan,” ucap Oliver ia membuka tangannya, seekor laba-laba terdapat di dalamnya.

Isabelle ketakutan. Ia berlari-lari ke dalam bukit yang dipenuhi pohon di mana Oliver tadi menemukan laba-laba itu, ia tersandung dan terjatuh ke bawah bukit, Isabelle terjatuh ke dalam sebuah semak-semak.

“Aduh,” ucap Isabelle, ia merasa kesakitan karena terjatuh.

Tetapi ia segera melupakan rasa sakitnya ketika sebuah mobil yang mirip mobil pos berhenti dan dua pria keluar dari mobil itu. Salah satu dari pria itu membuka pintu belakang mobil.

“Ya, keadaan lukisannya baik-baik saja,” ucap pria yang pertama ia memiliki suara yang sopan dan rambut berwarna cokelat.

“Itu bagus. Kita akan mendapatkan banyak uang setelah kita menjual lukisan ‘The Sky’ ini,” ucap laki-laki yang lain.

Isabelle kaget karena lukisan ‘The Sky’ adalah lukisan yang telah dicuri dari Galeri Seni Mirabele. Isabelle ingin mendengarkan dengan lebih lanjut ia mengatur posisi supaya tidak kelihatan kedua pria itu, tetepi ia tak sengaja mematahkan sebuah ranting.

Krak! terdengar suara ranting itu. Kedua pria itu kaget mendengar suara ranting yang patah.

“Siapa di sana !” teriak salah satu dari pria itu.

Isabelle membeku. Ia tidak bergerak sedikit pun, ia ketakutan memikirkan apa yang akan dilakukan kedua pria itu jika ia tertangkap menguping pembicaraan mereka.

“Mungkin hanya seekor kelinci liar Tom,” ucap pria yang bersuara sopan.

“Ya mungkin saja, tapi kita harus cepat kembali,” ucap laki-laki yang bernama Tom.

Kedua pria itu masuk ke dalam mobil dan mereka pergi .

Isabelle yang masih agak kaget terdiam, tetapi ia segera berdiri ketika mendengar kakaknya memanggil namanya dari atas bukit penuh pohon itu. Isabelle berlari ke atas bukit.

“Oliver, kau tak akan percaya apa yang tadi aku dengar di bawah bukit,”ucap Isabelle, ia terlalu bersemangat untuk memberi tahu kakaknya apa yang terjadi.

***

“Benarkah ?” ucap Violet tak percaya saat Isabelle menceritakan kejadian itu keesokan harinya.

Setelah Isabelle menceritakan apa yang ia lihat di bawah bukit kepada Oliver, mereka menyetujui untuk memberi tahu Violet dan Jack di gubuk tua kecil milik ayah mereka yang di jadikan tempat untuk mereka bermain dan bersantai supaya tidak didengar siapa-siapa.

“Aku tak bisa percaya bahwa kau telah menemukan  lukisan “The Sky” yang telah dicuri,”ucap Jack.

“Isabelle apakah kau mengingat seperti apa mobil itu dan juga plat mobilnya ?” tanya Oliver, ia lupa menanyakan Isabelle.        

“Umm... mobil itu mirip mobil pos, warnanya putih dengan sebuah garis dua warna biru melengkung-lengkung, platnya kalau tidak salah OY 68 QXW dan mobil itu menuju Jalan Spruce ketika pergi,” ucap Isabelle yang sedang mengingat-ingat.

“Apakah kita harus melapor polisi ?” tanya Violet.

“Aku rasa kita belum menemukan cukup bukti untuk melapor polisi.” ucap Jack.

“Aku rasa kau benar. Bagaimana jika kita membuat rencana supaya bisa mencari tahu lebih banyak tentang dua pencuri ini?” usul Oliver.

“Ya, jadi mungkin kita semua bisa mencari mobil yang memiliki plat OY 68 QXW di Jalan Spruce dan sekitarnya,” ucap Violet yang mulai bersemangat.

“Itu ide yang bagus, kita bisa melakukannya nanti tapi sekarang ayo kita makan biskuit-biskuit yang masih agak hangat ini. Tadi pagi Mom dan aku membuatnya,” ucap Isabelle sambil mengeluarkan empat kantong yang lumayan besar penuh biskuit untuk dibagikan kepada teman-temannya.

Anak-anak itu mulai bersemangat untuk petualangan mereka nanti, mereka sangat penasaran di manakah lukisan ‘The Sky’ berada.

***

Siang itu anak-anak mulai mencari mobil putih dengan garis biru melengkung-lengkung yang memiliki plat mobil OY 68 QXW di Jalan Spruce dan sekitarnya. Mereka mencari mobil itu sampai siang, tetapi mereka masih belum menemukan mobil yang mereka cari, jadi mereka pergi untuk membeli minuman di kedai yang kebetulan lumayan dekat.

“Sayang sekali kita tak bisa menemukan mobil itu ya,” ucap Violet setelah ia meminum sedikit eggnog-nya.

“Ya tak apa, mungkin besok kita bisa menemukannya,” ucap Oliver yang sedang memegang gelas kertas berisi minuman jahe yang panas.

Isabelle yang matanya sedang melihat-lihat salju putih di sekitar mereka tiba-tiba menatap garasi sebuah rumah, ia melepaskan bibirnya dari gelas berisi coklat panas.

“Hei! Lihat mobil yang parkir di garasi Pak Williams! Plat nomornya OY 68 QXW,” ucap Isabelle sambil menunjuk garasi Pak Williams.

Kepala mereka menoleh ke arah tangan Isabelle yang di tutupi sarung tangn biru. Mereka bisa melihat sebuah mobil putih yang memiliki garis biru melengkung-lengkung dan plat OY 68 QXW.

“Kau benar Isabelle! Itu mobil yang kita cari,” ucap Jack. Ia kaget melihat mobil kedua pencuri berada di garasi Pak Williams.

“Apakah itu berarti pencurinya Pak Williams dan seorang temannya yang bernama Tom?”tanya Violet, ia kaget membayangkan bahwa Pak Williams pencurinya.

“Tidak mungkin salah satu dari pencurinya Pak Williams,” ucap Isabelle sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Lalu mengapa mobil sang pencuri berada di situ ?” tanya Oliver sambil menggaruk-garukkepalanya, ia merasa bingung.

Sesaat setelah Oliver menyelesaikan kalimatnya, pintu depan rumah Pak Williams terbuka, seorang pria berambut cokelat gelap yang mengenakan sebuah jaket tebal dan sepatu salju keluar dari dalam rumah.

“Hei! Itu Pak Williams, apakah kita bisa menanyakan kepadanya kenapa ada mobil si pencuri di garasinya ?” tanya Jack, ia merasa bahwa mereka bisa cepat tahu siapa pencurinya jika mereka menanyakan Pak Williams.

“Boleh saja, tapi aku rasa ia tak akan menjawab pertanyaan itu,” ucap Oliver.

“Tapi bagaimana jika ia menjawab ? Ayo kita tanyakan tentang pencurian lukisan dan lihat apa reaksinya,” ucap Violet, ia berpendapat bahwa Pak Williams bisa membantu mereka.

Mereka semua berjalan ke arah Pak Williams yang sedang mengambil beberapa surat dari kotak pos ia membalikkan tubuhnya untuk kembali ke rumah.

“Selamat siang Pak Williams,” ucap Violet sambil tersenyum.

“Siang,” balas Pak Williams dengan masam.Ia tidak suka diajak bicara oleh orang yang bukan teman dekatnya.

“Apa yang kalian inginkan dariku?” tanya Pak Williams sambil berbalik lalu menyenderkan badannya kepada kotak pos.

“Kami hanya bertanya-tanya, apakah anda telah mendengar tentang pencurian di Galeri Mirabile,” ucap Jack.

“Ya, memangnya apa hubungannya denganku ?” tanya Pak Williams dengan wajah yang terlihat lebih berminat mendengarkan.

“Kami hanya berpikir mungkin anda tahu siapa pencuri itu,” ucap Jack dengan santai sambil menunggu reaksi Pak Williams.

“TENTU SAJA TIDAK, JIKA AKU TAHU AKU JUGA TIDAK AKAN MEMBERI TAHU KEPADA ANAK-ANAK SEPERTI KALIAN, ” ucap Pak Williams dengan marah ia dengan cepat berbalik membawa semua surat-suratnya lalu masuk ke dalam rumah dan menutup pintu dengan keras.

“Lihat, Pak Williams marah saat kutanyakan, itu berarti ia tahu siapa pencurinya,” ucap Jack.

“Atau mungkin ia marah karena merasa kita menuduhnya sebagai pencurinya,” ucap Oliver.

“Hei lihat, Pak Williams menjatuhkan salah satu dari suratnya, biar kukembalikan dulu kepadanya,” ucap Violet sambil mengambil sebuah amplop dari atas salju.

“Tunggu Violet, coba berikan surat itu,” ucap Isabelle.

“Baiklah,” balas Violet sambil menatap bingung Isabelle.

Isabelle menatap amplop putih itu. Semuanya penasaran, mengapa Isabelle ingin melihat surat milik Pak Williams?

“Lihat, surat ini dikirim oleh orang bernama Tom Brickston dan Zack Rompson, mungkinkah ia Tom dari salah seorang pencuri yang aku lihat?” tanya Isabelle yang lalu membuka surat itu dengan hati-hati.

Oliver mengambil surat dari tangan Isabelle lalu ia membacanya dengan suara yang pelan .

Williams, Zack dan aku akan datang pukul tujuh malam kita akan berdiskusi lebih lanjut tentang lukisan itu. Begitulah isi suratnya,” ucap Oliver sambil melipat kembali surat itu.

“Jadi apa yang harus kita lakukan ?” tanya Violet.

“Aku rasa kita harus menguping pembicaraan rahasia kedua pencuri dan Pak Williams, lalu kita laporkan kepada polisi apa yang kita dengar sebagai bukti,” simpul Jack.

“Ya, kau benar Jack. Tapi sekarang kita harus segera pulang karena ini sudah jam makan siang, nanti kita bertemu lagi pada pukul tujuh kurang lima menit di depan rumahku dan Oliver,” ucap Isabelle ia mulai berjalan pergi dari depan rumah Pak Williams.

***

Malam itu Isabelle, Oliver, Violet dan Jack diam-diam pergi keluar rumah. Bulan bersinar dengan terang membuat anak-anak mudah melihat pada malam itu.

“Kalian semua siap ?” tanya Oliver mereka telah berkumpul di depan rumahnya.

“Siap!” ucap anak-anak serempak tapi dengan pelan supaya tak terdengar siapa-siapa.

“Aku telah membawa perekam suara supaya nanti kita bisa membuktikan kepada polisi bahwa orang yang kita selidiki memang pencuri lukisanya,”ucap Jack sambil mengeluarkan perekam suara.

“Itu hebat,”ucap Oliver.

Mereka berjalan menyusuri jalan tanpa suara.

Perjalanan ke rumah Pak Williams lumayan jauh kerena mereka harus menuruni bukit kecil untuk pergi ke Jalan Spruce.

“Aduh malam ini dingin sekali, seharusnya aku membawa sebotol minuman cokelat panas bersama kita,” ucap Violet sambil menggosokkan kedua tangannya.

“Berhentilah mengeluh, kita sudah sampai,” ucap Jack.

Sesampainya di rumah Pak Williams, anak-anak melihat jejak kaki di depan pintu rumah jadi mereka menyangka bahwa kedua pencuri telah tiba di rumah Pak Wiliams. Oliver yang berjalan memimpin mereka, ia mengintip ke dalam jendela di samping rumah, tirai membatasi penglihatannya tetapi di tengah jendela masih ada celah di mana tirai terbuka sedikit. 

Oliver melihat Pak Williams dan dua orang pria, yang satu memiliki rambut panjang cokelat yang diikat ekor kuda juga janggut yang tipis yang satu lagi memiliki rambut hitam pendek dan sebuah bekas luka di pipinya.

“Mereka ada di sebelah sini, ayo kita dengarkan mereka,” ujar Oliver pelan.

Anak-anak menyembunyikan diri mereka ke dalam semak yang tumbuh di dekat situ lalu memasang telinga untuk mendengarkan, Jack juga mulai menyalakan perekam suaranya supaya akan ada bukti yang mereka bisa bawa kepada polisi.

“Nah sekarang ayo kita masuk kepada pokok pembicaraan, di mana lukisan itu ?” tanya seseorang.

“Ada di kotak ini,” ucap sebuah suara yang anak-anak kenal baik sebagai suara Pak Williams.

Kotak dibuka, anak-anak tahu karena pria-pria itu mulai berbicara lagi.

“Bagus, kondisinya sama seperti saat diambil,” ucap seorang pria dengan puas.

“Nanti saat lukisan “The Sky” dijual kita akan kaya, tahukah kau bahwa sebenarnya sangatlah mudah mengambilnya dari Galeri Mirabile itu,” ucap seorang pria yang lain.

“Informasi ini sudah cukup. Ayo kita ke kantor polisi,” ucap Oliver ia bersemangat untuk menceritakan pengalamannya.

Jack berhenti merekam lalu memasukkan perekam suara ke dalam saku mantel saljunya.

Perjalanan ke kantor polisi rasanya sangat cepat karena anak-anak bersemangat. Saat mereka sampai, para polisi heran melihat empat anak datang ke kantor polisi. Seeorang polisi mendekati mereka.

“Selamat malam, Dik. Apa yang anak-anak seperti kalian lakukan di kantor polisi pada jam segini?” ucap polisi itu dengan ramah.

“Kami punya informasi tentang pencurian di Galeri Mirabile,” ucap Jack.

Polisi itu kaget mendengar jawaban Jack.

 “Kalian tidak main-main, kan?” tanya polisi itu dengan ekspresi agak bingung.

Jack memainkan rekamannya, sesaat sebelum rekaman hampir selesai polisi itu membawa anak-anak ke sebuah ruangan di dalamnya mereka bisa melihat seorang polisi yang agak gemuk dan berkumis. Polisi itu menatap anak-anak lalu menatap polisi yang membawa mereka ke situ.

“Ada apa ?” tanya polisi itu dengan suara campuran ramah dan bingung.

“Pak Inspektur, anak-anak ini berkata bahwa mereka punya informasi tentang pencurian di Galeri Mirabile dan mereka memiliki rekaman suara para pencuri itu,” jawab Polisi yang mengantar anak-anak.

“Benarkah ? Ayo anak-anak duduk di sini. Siapa saja nama kalian, apa yang kalian tahu dan di mana rekaman itu?” Sang inspektur mulai bertanya-tanya.

Anak-anak mulai bercerita dari bagaimana Isabelle terjatuh ke bawah bukit sampai percakapan Pak Williams dan kedua pencuri yang mereka dengar.

“Jadi begitulah,” ucap Isabelle menyelesaikan cerita.

“Terima kasih atas informasinya Oliver, Jack, Isabelle, dan Violet, kami para polisi akan beraksi malam ini, tetapi kalian sepertinya harus segera pulang,” ucap Sang Inspektur dengan ramah.

Anak-anak keluar dari ruangan itu diikuti inspektur, mereka dibawa pulang oleh seorang polisi. Orangtua mereka sangat kaget saat mendengar penjelasan polisi, tetapi mereka sangat mengantuk untuk menceritakan pengalaman mereka dan langsung terlelap tidur saat sampai di kamar mereka.

***

Pagi itu Sang Inspektur datang ke rumah Isabelle dan Oliver, ia datang untuk menceritakan tentang bagaimana pencuri lukisan sudah tertangkap.

“Jadi sekali lagi saya berterimakasih, dan saya rasa karena kalian sangat berani kalian layak mendapatkan hadiah,” ucap Sang Inspektur.

Ia merogoh ke dalam sakunya dan mengeluarkan empat kertas kecil panjang.

“Ini adalah tiket untuk pergi ice skating di dekat sini, beritahukanlah teman kalian Violet dan Jack karena mereka juga sangat membantu,” ucap Sang Inspektur sambil tersenyum lebar.

Oliver dan Isabelle menatap tiket itu di mana terdapat sebuah siluet sepatu ice stating dan beberapa hiasan dan tulisan yang berada di dekat siluet tersebut.

“Wah terima kasih,”ucap Oliver dan Isabelle serempak.

Mereka tidak sabar untuk memberi tahu Jack dan Violet.

***

Previous
Previous

Petualangan di Hutan Candy

Next
Next

Kegagalan Itu Kesempatan Berharga