Demi Mereka Yang Hidup

by M. Zaidan A.

 

Diterbitkan 2021

Disunting oleh Farah Fakhirah
Novel, 103 halaman
dalam Bahasa Indonesia
ISBN: 978-623-7716-48-8

  • Hidup Siddiq membosankan. Ia tidak menyukai pekerjaan kecilnya di sebuah rumah makan, dan ia hidup sebatang kara, tanpa siapa-siapa.

    Hingga suatu hari, sepucuk surat dikirimkan kepadanya, menawarkan pekerjaan yang menarik hatinya. Namun, pekerjaan ini bukanlah pekerjaan biasa, dan akan menarik Siddiq ke dunia malam yang penuh kekerasan.

    Siddiq dilanda pertentangan batin. Kemampuannya diuji, kepercayaannya diuji. Apakah dia akan bertahan hidup di pekerjaan ini?

  • “Siddiq! Nasgor ayam satu lagi!” teriak pelayan di rumah makan kecil itu kepada pria muda di dalam dapurnya.

    Pria muda di dapur berdinding putih-kekuningan yang penuh noda dan asap itu menjawabnya dengan kurang antusias, “Yooo...” dan mulai memasak. Ia mendesah ketika mengambil bahan-bahan dan memasukkan nasi ke wajan penggorengannya yang besar. Beberapa butiran nasi jatuh ke meja ubin putih yang juga telah menguning itu, sedikit berbeda dengan lantai rumah makan itu, yang lebih bersih karena dipel setiap hari, kecuali di sisinya yang menempel dengan

    dinding, yang menghitam seiring waktu.

    Siddiq memasak selama beberapa menit, menghadap ke dinding yang berseberangan dengan

    pintu masuk ke dapur. Ia meraih botol kecap dari rak kayu di kanannya di atas meja panjang itu, yang memanjang dari ujung kiri hingga kanan dapur itu. Sedikit sinar matahari menyinari ruangan itu melalui jendela di dinding kiri dapur, menerangi masakannya dan semua noda di ruangan putih-kekuningan itu dengan cahaya oranye sore hari.

    Suara bising dari para pelanggan yang makan, pelayan yang berjalan-jalan, dan denting spatula besi Siddiq memenuhi udara, bersamaan dengan asap putih dan uap darinya memasak. Si juru masak mengucurkan sedikit keringat di kulit sawo matangnya, dikarenakan gerakan tangannya dan udara lembap yang memenuhi ruangan, lambat berganti dengan udara bersih dan terus ditambahkan oleh api kompornya.

    “Nasgor ayam, satu!” ucapnya dengan lantang kepada si pelayan. Ia meletakkan masakannya di atas sebuah piring hijau berbentuk daun, yang kemudian diambil oleh si pelayan. Ia melihat orang itu membawa pesanannya ke seorang wanita muda yang duduk di meja, satu-satunya pelanggan di sana selain sebuah keluarga di dekat dinding. Pelayan itu kembali ke dapur dengan ekspresi datar setelah membawakan nasi goreng itu.

Previous
Previous

Terdampar di Pulau Berry

Next
Next

Petualangan di Hutan Dempo Geureudong