Di Balik Pintu Emas

by Lilyana Aimee

 

Akan diterbitkan 2024

Disunting oleh Fairuza Hanun
Novella, 55 halaman
dalam Bahasa Indonesia
ISBN: (belum tersedia)

  • Alister, Ally dan ketiga temannya sedang bersenang-senang di sebuah toko antik. Evan, salah satu dari mereka menemukan sebuah kantong berisi cincin-cincin ajaib terselip di perahu kayu yang ia beli. Cincin-cincin itu dapat memindahkan mereka ke dunia lain yang tidak dapat dibayangkan. Bisakah Alister, Ally, dan teman-temannya kembali?

  • Langkah demi langkah ia ambil, terlihat sosoknya yang tinggi dan gagah berjalan melewati semua toko yang ada di Kota Denflour. Pandangan orang-orang teralih kepada dirinya. Tak jarang, gadis-gadis yang melihatnya juga tertegun karena ia begitu gagah. Rambut hitam menambah ketampanannya, seperti disemir, tapi padahal asli adanya.

    Namanya Alister, pemuda berusia 17 tahun dan putra dari pemilik perusahaan terbesar di kota yang kini telah tiada. Ia sedang menuju ke suatu tempat di mana adik perempuan dan dua temannya sudah berada di sana.

    “Huft… Kak Alister tega. Kau membiarkanku menunggumu lama dengan dua orang temanmu yang lama juga memilah-milih barang antik di sini.”

    Ialah Elaine, atau biasa dipanggil Ally, adik satu-satunya yang hanya terpaut satu tahun dari Alister. Perempuan berambut pirang itu sangat manis dengan dress biru muda, kali itu menggerutu ketika mendapati kakaknya baru sampai di toko antik pinggir jalan Denflour.

    “Maafkan aku, Ally. Di tempat pembayaran tagihan perusahaan air tadi sangat ramai, aku harus mengantri. Itu agar kamu tidak kehabisan air hangat, itu kesukaanmu, bukan?” bujuk Alister.

    Ally akhirnya tersenyum.

    Sementara, kedua teman Alister masih memonyongkan bibirnya di pojokan karena tersinggung oleh ucapan Ally yang berkata bahwa mereka memakan waktu yang sangat lama di toko barang antik itu.

    “Barang antik itu kan memang harus diperiksa lebih teliti, Alister!” kata Evan membela diri.

    Evan adalah teman sekolah Alister, badannya tak jauh berbeda dengan Alister, sama-sama gagah. Bedanya, Evan termasuk remaja yang suka menang sendiri. Ia sebenarnya juga takut kalau Alister menghantam wajah tampan dan merusak rambutnya yang selalu rapi, lantaran Ally baru saja mengadu. Padahal Alister jarang menggunakan kekerasan, ia lebih sering mengedepankan logika.

    “Iya, aku mengerti. Tenang saja, Evan,” Alister berkata dengan bijak.

    “Alister, ke sini sebentar deh!”

    Yang memanggil Alister adalah Ian, temannya yang berbadan lebih kecil dari Alister dan Evan yang sudah ada di deretan rak paling dalam.

    Alister pun menghampiri, diikuti oleh Ally.

    “Wah, menarik!” ujar Alister.

    Ally mengangguk cepat. Mereka sedang mengamati benda antik temuan Ian. Sebuah figur perahu berukuran sedang yang di bagian bawahnya ada ukiran yang bertuliskan ‘Don’t let your dreams sail away’.

Previous
Previous

Tersasar Dalam Waktu

Next
Next

Bubu and Peter on a Mission